Sabtu, 07 Januari 2012

Mencapai Potensi Hidup Yang Maksimal

Wednesday, April 11, 2007
Mencapai potensi hidup yang maksimal

Setiap orang mendambakan masa depan yang lebih baik ; kesuksesan dalam karir,
rumah tangga dan hubungan sosial, namun seringkali kita terbentur oleh berbagai
kendala. Dan kendala terbesar justru ada pada diri kita sendiri.
Melalui karyanya, Joel Osteen menantang kita untuk keluar dari pola pikir yang
sempit dan mulai berpikir dengan paradigma yang baru.

Ada 7 langkah agar kita mencapai potensi hidup yang maksimal :

* Langkah pertama adalah perluas wawasan. Anda harus memandang kehidupan ini
dengan mata iman, pandanglah dirimu sedang melesat ke level yang lebih tinggi.
Anda harus memiliki gambaran mental yang jelas tentang apa yang akan Anda raih.
Gambaran ini harus menjadi bagian dari dirimu, didalam benakmu, dalam percakapanmu,
meresap ke pikiran alam bawah sadarmu, dalam perbuatanmu dan dalam setiap
aspek kehidupanmu.

* Langkah ke dua adalah mengembangkan gambar diri yang sehat. Itu artinya Anda harus
melandasi gambar dirimu diatas apa yang Tuhan katakan tentang Anda.
Keberhasilanmu meraih tujuan sangat tergantung pada bagaimana Anda memandang
dirimu sendiri dan apa yang Anda rasakan tentang dirimu. Sebab hal itu akan menentukan
tingkat kepercayaan diri Anda dalam bertindak. Fakta menyatakan bahwa Anda tidak akan
pernah melesat lebih tinggi dari apa yang Anda bayangkan mengenai dirimu sendiri

* Langkah ke tiga adalah temukan kekuatan dibalik pikiran dan perkataanmu.
Target utama serangan musuh adalah pikiranmu. Ia tahu sekiranya ia
berhasil mengendalikan dan memanipulasi apa yang Anda pikirkan, maka ia
akan berhasil mengendalikan dan memanipulasi seluruh kehidupanmu.
Pikiran menentukan prilaku, sikap dan gambar diri. Pikiran menentukan tujuan.
Alkitab memperingatkan kita untuk senantiasa menjaga pikiran.

* Langkah ke empat adalah lepaskan masa lalu, biarkanlah ia pergi...
Anda mungkin saja telah kehilangan segala yang tidak seorangpun patut mengalaminya
dalam hidup ini. Jika Anda ingin hidup berkemenangan , Anda tidak boleh memakai
trauma masa lalu sebagai dalih untuk membuat pilihan-pilihan yang buruk saat ini.
Anda harus berani tidak menjadikan masa lalu sebagai alasan atas sikap burukmu
selama ini, atau membenarkan tindakanmu untuk tidak mengampuni seseorang.

* Langkah ke lima adalah temukan kekuatan di dalam keadaan yang paling buruk sekalipun
Kita harus bersikap :" Saya boleh saja terjatuh beberapa kali dalam hidup ini, tetapi
tetapi saya tidak akan terus tinggal dibawah sana." Kita semua menghadapi
tantangan dalam hidup ini . KIta semua pasti mengalami hal-hal yang datang
menyerang kita. Kita boleh saja dijatuhkan dari luar, tetapi kunci untuk hidup
berkemenangan adalah belajar bagaimana untuk bangkit lagi dari dalam.


* Langkah ke enam adalah memberi dengan sukacita. Salah satu tantangan terbesar
yang kita hadapi adalah godaan untuk hidup mementingkan diri sendiri.
Sebab kita tahu bahwa Tuhan memang menginginkan yang terbaik buat kita,
Ia ingin kita makmur, menikmati kemurahanNya dan banyak lagi yang Ia sediakan buat kita,
namun kadang kita lupa dan terjebak dalam prilaku mementingkan diri sendiri.
Sesungguhnya kita akan mengalami lebih banyak sukacita dari yang pernah dibayangkan
apabila kita mau berbagi hidup dengan orang lain.

* Langkah ke tujuh adalah memilih untuk berbahagia hari ini. Anda tidak harus menunggu
sampai semua persoalanmu terselesaikan. Anda tidak harus menunda kebahagiaan
sampai Anda mencapai semua sasaranmu. Tuhan ingin Anda berbahagia apapun kondisimu,
sekarang juga !

Kamis, 05 Januari 2012

TIPS CARA MERAWAT KULIT



Bagaimana cara merawat kulit menghadapi perubahan cuaca ? Berikut beberapa tips untuk Perawatan Tubuh dan Kulit 

Tips-1: Bersihkan kulit dengan lembut
angin semilir menerpa wajah, membuat kita merasa nyaman, tapi menyebabkan debu dan kotoran menyumpat pori-pori kulit kita, menambah tebal tumpukan sel-sel kulit mati serta kotoran di kulit kita. Oleh sebab itu perawatan kulit yang paling utama adalah bersihkan kulit .
Jika kulit dicuci tidak bersih, maka tumpukan sel-sel kulit mati akan bertambah tebal, muncul komedo dan jerawat, hal ini menganggu penyerapan vitamin & nutrisi bagi kulit. Oleh sebab itu menjaga kebersihan kulit adalah hal yang paling utama.kunjungilah Produk Perawatan Tubuh, Produk Perawatan Wajah

Untuk kebersihan kulit wajah(perawatan tubuh), pilihlah pembersih wajah yang tidak menyebabkan alergy pada kulit wajah, tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya dan sesuai dengan jenis kulit anda.

kunjungilah Kosmetik Wajah, Produk Kecantikan Wajah

Tips-2: Menjaga Kelembaban Kulit

Indonesia termasuk wilayah beriklim tropis dimana suhu udara rata-rata termasuk tinggi.Sinar matahari yang menyengat dapat merangsang kelenjar minyak bekerja lebih aktif, namun kulit sering mengalami dehidrasi. Oleh sebab itu sebaiknya pilihlah produk perawatan kulit yang memiliki kandungan air yang tinggi untuk menjaga kelembaban kulit, mencegah dehidrasi kulit dan mencegah penuaan dini.

Tips-3: Gunakan Scrub Secara Teratur(Perawatan Kecantikan, Produk Kecantikan)
Kotoran dan sel-sel kulit mati yang menyumbat pori-pori kulit, menyebabkan kulit tampak kusam dan tidak dapat bernafas lega serta mengurangi kemampuan kulit untuk menyerap nutrisi. kunjungilah Kosmetik Wajah, Produk Kecantikan Wajah

Tips-4: Gunakan Bahan Kosmetik Pembantu(Perawatan Kecantikan, Produk Kecantikan)
Jika kondisi kulit wajah atau tubuh Anda dalam kondisi kurang sehat, misalkan berjerawat, kusam atau terlihat kerutan dini, maka beberapa alternatip kosmetik perawatan atau pengobatan kulit bisa digunakan untuk mempercepat penyembuhan atau pemulihan kondisi kulit Anda.
Perlu diingat bahwa pemakaian jenis kosmetik perawatan. pengobatan kulit tidak disarankan untuk pemakaian dalam jangka waktu yang lama untuk menghindari efek pemaksaan pigmentasi kulit. Setelah masa pemulihan, perawatan lanjutan dapat dilakukan dengan penggunaan mild soap atau bedak pelindung lain.

Tips-5: Hindari Sinar Matahari secara Langsung
Untuk menjaga kesehatan kulit sebaiknya hindari sengatan sinar matahari secara langsung, gunakan produk perawatan tubuh & kulit yang mengandung SPF. Sesuaikan tingkat SPF dengan kebutuhan.  

Tips-6: Perawatan dari Dalam
Untuk mendapatkan kulit yang sehat dan cantik bukan hanya mengandalkan perawatan dari luar saja namun perlu diperhatikan juga perawatan dari dalam. Kulit juga memerlukan nutrisi, makanan yang banyak mengandung vitamin A, C, dan E sangat baik bagi kulit, selain itu istirahat cukup dan olah raga juga akan membantu pertumbuhan kulit & perawatan tubuh dan berpengaruh pada kondisi kulit. Tidak ketinggalan minum air putih, karena air adalah faktor yang sangat penting untuk menjaga kelembaban kulit, dan mencegah penuaan dini.

Rabu, 04 Januari 2012

MARI MEMBUAT PEMBELAJARAN

Perkembangan teknologi semakin hari semakin memudahkan kehidupan manusia, waktu dan jarak seperti tidak lagi menjadi penghalang seseorang untuk belajar. Tetapi pemanfaatan perkembangan teknologi ini sepertinya belum begitu maksimal terutama bagi para guru. Dewasa ini komputer sejenis desktop atau pun laptop sudah semakin banyak bertebaran dihampir setiap sekolah dan hampir setiap guru dapat mengoperasikan komputer. Media pembelajaran adalah salah satu cara yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan materi-materi pelajarannya dikelas dengan memanfaatkan komputer yang ada. Berikut ini langkah-langkah yang dapat dibuat acuan untuk membuat multimedia pembelajaran di kelas.

1) Menentukan Tema Materi Pelajaran
Tentukan dan pilihlah materi pembelajaran yang cocok disampaikan dengan menggunakan bantuan multimedia pembalajaran. Hal ini karena tidak semua materi pembelajaran itu bisa (cocok) disampaikan dengan multimedia pembelajaran. Bagi guru yang terbiasa membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) sendiri hal ini akan mempermudah untuk menentukan tema materi pelajaran yang akan disampaikan dengan menggunakan bantuan multimedia pembelajaran. Yakinkan terlebih dahulu bahwa siswa dapat lebih mudah untuk memahami pelajaran tersebut jika dibantu dengan multimedia pembelajaran sehingga proses belajar mengajar akan lebih menarik dan hidup.

2) Menentukan Jenis Multimedia Pembelajaran
Jika tema pelajaran sudah ditemukan dan sudah disesuaikan dengan RPP yang dibuat maka langkah selanjutnya adalah memilih jenis multimedia yang akan digunakan untuk mempermudah penyampaian materi dikelas. Ada beberapa jenis multimedia pembelajaran yang dapat dipilih diantaranya:
  • Multimedia Pembelajaran Presentasi; Jenis ini lebih menitik beratkan pada poin-poin penting yang dianggap mewakili suatu poin materi yang akan disampaikan. Hal ini karena sifatnya yang tersajikan dalam lembaran-lembaran presentasi dan bisa pula ditambahkan gambar, animasi atau video untuk memperkuat materi yang akan disampaikan sehingga siswa akan lebih mudah untuk mencerna materi. Tetapi harus diingat bahwa ini tidaklah menggantikan guru secara keseluruhan, multimedia pembelajaran presentasi dibuat sebagai alat bantu penyampaian materi sehingga tetap yang menyampaikan materi secara penuh adalah guru. Software yang bisa digunakan untuk membuat multimedia pembelajaran presentasi misal; OpenOffice Impress, Microsoft PowerPoint dan sebagainya.
  • Multimedia Pembelajaran Mandiri; Jenis ini lebih kompleks dari jenis sebelumnya karena posisinya secara total dapat mengantikan guru dalam penyampaian suatu materi. Didalamnya tersusun dengan rapi berbagai materi-materi yang harus disampaikan kepada siswa dan siswa pun dengan sendiri menggalinya melalui multimedia pembelajaran mandiri yang disediakan. Munculnya berbagai pertanyaan atau masalah mengenai materi tersebut dengan sendiri dapat terjawab dalam multimedia jenis ini. Untuk membuat multimedia pembelajaran mandiri diperlukan pemahaman yang luas tentang penggunaan software multimedia kompleks dan kemampuan menggabungkan pengertian tertulis yang ada pada buku, artikel atau tulisan jenis lainnya (explicit knowledge) dengan tacit knowledge (pengalaman guru, know how). Selain itu karena sifatnya mandiri maka didalamnya juga harus terkandung fasilitas-fasilitas yang bersifat penilaian/memotret daya serap siswa terhadap materi seperti simulasi, latihan, ujian dan fasilitas lain yang mampu memecahkan berbagai permasalahan atau pertanyaan dari siswa itu sendiri. Software yang dapat digunakan untuk membuat multimedia pembelajaran mandiri misal; Adobe Director, Adobe Flash dan lain sebagainya.

3) Menyusun Alur Cerita
Susunlah alur cerita sesuai dengan materi yang akan diajarkan, dari mulai suatu teori sederhana yang sekedar untuk mengingatkan, pertanyaan ringan yang memancing siswa untuk mengulang kembali materi yang pernah disampaikan sampai dengan materi yang ingin disampaikan. Menyusun alur cerita tidaklah harus mendetail sepertinya halnya menyusun skenario suatu film. Cukup kita menentukan titik-titik utama penekanan suatu materi yang tersusun rapi dari awal hingga akhir materi yang akan diajarkan sehingga pada akhirnya akan tersusun suatu desain besar dari materi yang akan disampaikan. Penyisipan materi lain yang dianggap perlu sebagai pelengkap pada alur cerita juga perlu, misalnya cerita yang mampu memotivasi siswa atau sekedar cerita ringan untuk menarik perhatian siswa agar terfokus pada materi yang disampaikan. Untuk membuat alur cerita tidaklah memerlukan software-software rumit, cukuplah dengan menggunakan software pengolah kata ringan yang umum digunakan. 

4) Mulailah Membuat
Setelah tahap persiapan selesai (menentukan tema, menentukan jenis multimedia, menyusun alur cerita) maka mulailah mencoba untuk membuat suatu multimedia pembelajaran sederhana. Jangan pesimis dengan hasil akhir yang tidak bagus, karena semua berawal dari kemauan untuk memulai. Perhatikan, baca ulang, dan perbaiki tampilan-tampilan multimedia pembelajaran hasil buatan sendiri. Jika dirasa ada yang kurang atau terlalu rumit bagi siswa lakukan perbaikan, baik dari sisi tampilan, isi materi atau pelengkap materi yang akan digunakan.

ARTIKEL TENTANG IPA DAN IPS TERPADU

PENDAHULUAN
Sejak Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diperkenalkan oleh Pusat Kurikulum kepada sekolah pada sekitar tahun 2004, salah satu inovasi yang disertakan di dalam KBK tersebut adalah model pembelajaran IPA Terpadu dan IPS Terpadu untuk jenjang SMP. Model pembelajaran terpadu ini antara lain mensyaratkan bahwa pelajaran IPA yang terdiri dari bidang fisika, biologi, dan kimia diajarkan oleh 1 orang guru, demikian juga dengan pelajaran IPS yang terdiri dari bidang ekonomi, sejarah, dan geografi, juga diajarkan oleh 1 orang guru saja.

Dalam perkembangannya, model pembelajaran terpadu tersebut menimbulkan pro-kontra di berbagai kalangan, terutama di kalangan para guru yang selama ini terbiasa mengajar hanya 1 bidang saja. Guru fisika misalnya, mereka menyatakan akan menemui kesulitan untuk mengajarkan biologi; begitu juga guru biologi, mereka menyatakan akan menemui kesulitan jika harus mengajarkan fisika. Namun demikian, tidak sedikit juga guru fisika atau biologi yang menganggap model pembelajaran terpadu tersebut merupakan tantangan dan harus dijawab dengan cara meningkatkan pengetahuan para guru, baik melalui pendidikan formal maupun melalui belajar mandiri.

Makalah ini berusaha mengkaji faktor-faktor yang mungkin berpengaruh terhadap laju adopsi inovasi pembelajaran IPA Terpadu untuk SMP di kalangan para guru. Selain melalui kajian pustaka, penelitian lapangan dalam skala kecil juga akan digunakan supaya diperoleh hasil yang lebih baik.
II. PERUMUSAN MASALAHMasalah yang akan dikaji dalam makalah ini dapat dirumuskan melalui pertanyaan berikut ini. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi laju adopsi inovasi model pembelajaran IPA Terpadu untuk SMP di kalangan para guru?
III. METODOLOGIMetode yang akan digunakan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan di atas terdiri dari dua macam, yaitu studi pustaka atau studi literatur dan melalui penelitian langsung ke lapangan. Studi pustaka dimaksudkan untuk mengumpulkan teori dan penemuan (hasil penelitian) yang berkaitan dengan masalah ini. Sedangkan penelitian langsung ke lapangan dalam skala kecil dilakukan untuk mendapatkan data mengenai persepsi para guru bidang studi IPA tentang topik masalah yang sedang dikaji. Pengambilan data dilakukan melalui kuesioner. Dengan menggabungkan kedua sumber data ini, diharapkan masalah yang dibahas dalam makalah ini akan terjawab.
IV. TINJAUAN TEORI DAN LITERATURDalam Bagian Tinjauan Teori dan Literatur ini akan diuraikan beberapa konsep atau teori yang akan digunakan untuk menjawab masalah di atas. Beberapa teori atau konsep tersebut adalah sebagai berikut.InovasiInovasi didefinisikan sebagai sebuah gagasan, praktik, atau benda yang diterima sebagai sesuatu yang baru (walaupun definisi baru ini bersifat relatif) oleh seseorang atau sekelompok orang (Rogers,1995). Boleh jadi seseorang telah lama mengetahui adanya gagasan, praktik, atau benda yang baru 5 tahun yang lalu, tetapi ia tidak langsung menerima inovasi atau kebaruan tersebut 5 tahun yang lalu. Ia baru menerapkan inovasi tersebut saat ini, sehingga dalam kasus ini sesuatu yang merupakan inovasi 5 tahun yang lalu, tetap merupakan inovasi baginya saat ini.Laju AdopsiLaju adopsi (rate of adoption) didefinisikan sebagai laju relatif suatu inovasi diserap atau diadopsi oleh anggota dari suatu kelompok sosial masyarakat. Menurut Rogers (1995), 49% – 87% variasi dalam laju adopsi suatu inovasi dapat dijelaskan oleh karakteristik inovasi itu sendiri, yang meliputi relative advantage, compatibility, complexity, trialibility, dan observability. Selain karena karakteristik dari inovasinya sendiri, laju adopsi suatu inovasi juga dipengaruhi oleh beberapa variabel lain, yaitu jenis keputusan mengadopsi, saluran komunikasi, karakter sistem sosial, dan seberapa besar usaha promosi yang dilakukan oleh change agent.Pembelajaran IPA TerpaduMenurut Prawiradilaga (2004), pembelajaran terpadu merupakan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Pengalaman bermakna merupakan pengalaman langsung yang menghubungkan pengalaman yang telah mereka miliki dengan pengalaman yang akan dipelajari, dan memiliki nilai guna dalam kehidupan mereka pada saat ini maupun mendatang.
Karakteristik pembelajaran terpadu meliputi:
1) pembelajaran yang berawal dari adanya pusat minat (centre of interest) yang digunakan untuk memahami gejala-gejala konsep lain, baik yang berasal dari bidang ilmu yang sama maupun yang berbeda.
2) mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan anak secara simultan
3) menghubungkan berbagai bidang studi atau berbagai konsep dalam satu bidang studi yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak
4) menggabungkan sejumlah konsep kepada beberapa bidang studi yang berbeda, dengan harapan anak dapat belajar lebih baik dan bermakna.
Uraian di atas dapat digunakan untuk mendefinisikan pembelajaran IPA Terpadu di SMP, yaitu pembelajaran yang menghubungkan pelajaran fisika, kimia, dan biologi, menjadi suatu bentuk pembelajaran yang tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan menjadi suatu kesatuan yang diajarkan secara simultan (karakteristik nomor 3). Kesimpulan ini sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh ketua BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) Bambang Suhendro dalam Harian Suara Pembaharuan, Senin 9/1/06:
“...untuk mata pelajaran IPS terpadu di tingkat SMP, seringkali kompetensi akademik guru kurang memadai. Guru yang mempunyai latar belakang sejarah lebih banyak mengajarkan sejarah. Padahal kompetensi IPS terpadu tidak hanya sejarah, tetapi ada sosiologi, antropologi dan geografi. Begitu juga dengan mata pelajaran IPA terpadu yang mencakup pelajaran fisika, kimia dan biologi”.
Pernyataan ketua BSNP tersebut menyiratkan bahwa seorang guru mata pelajaran IPA di SMP dituntut untuk dapat mengajarkan semua subjek dalam pelajaran IPA, yaitu fisika, kimia, dan biologi, terlepas dari latar belakang pendidikannya. Begitu juga untuk guru IPS, mereka diharapkan untuk dapat mengajarkan semua subjek dalam pelajaran IPS, yaitu sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi.

Suatu pembelajaran terpadu menawarkan beberapa kelebihan (Lipson, 1993), yaitu:
- lebih fokus pada tema, karena satu tema dibahas dari berbagai sudut pandang
- memungkinkan transfer of learning, misalnya penerapan konsep fisika dalam biologi
- memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan antara satu disiplin ilmu dengan lainnya
Di samping kelebihan tersebut, terdapat beberapa masalah, kendala, atau konsekuensi dari pelaksanaan pembelajaran terpadu (Druger, 1999), yaitu
- guru dan sekolah sudah terbiasa dengan pola lama
- hampir semua guru tidak memiliki pengalaman penelitian di luar latar belakang pendidikannya
- guru “kehilangan” otoritas pada latar belakang bidang studinya
- memerlukan komitmen dari para guru untuk bekerja sama
- ketika menggunakan metode team teaching, muncul banyak persoalan seperti perbedaan karakter pribagi guru, kontribusi yang tidak jelas, perbedaan gaya mengajar, dan kesulitan mengatur jadwal
PEMBAHASAN
A. Diskusi TeoretisRogers (1995) menyebutkan 5 variabel yang mempengaruhi laju adopsi suatu inovasi yaitu karakteristik inovasi (paling berpengaruh, 49% – 87%), jenis keputusan mengadopsi, saluran komunikasi, karakteristik sistem sosial, dan usaha promosi yang dilakukan oleh change agent. Kelima variabel tersebut akan diterapkan pada laju adopsi inovasi pembelajaran IPA Terpadu di SMP.

1) Karakteristik inovasiDari sisi kelebihan atau manfaat (relative advantage), inovasi Pembelajaran IPA Terpadu yang diharapkan dalam KBK, sebagaimana diuraikan dalam tinjauan teori, seharusnya menawarkan beberapa kelebihan dibandingkan dengan model pembelajaran yang terpisah-pisah. Dengan demikian, diharapkan bahwa laju adopsi inovasi pembelajaran IPA Terpadu ini akan tinggi.
Jika ditinjau dari compatibility-nya, kesiapan dan kompetensi guru IPA tampaknya akan menjadi faktor yang menghambat laju adopsi inovasi ini. Artinya, inovasi yang ditawarkan tidak compatible dengan kondisi guru IPA yang ada, yang saat ini terkelompokkan sebagai guru Fisika dan guru Biologi. Uus Toharudin (2005) menyatakan sedikitnya 50% guru di Indonesia tidak memiliki kualitas sesuai standardisasi pendidikan nasional. Pengajaran tematik (kata lain dari terpadu) bahkan masih asing terdengar oleh para guru. Selain itu, guru belum memahami konstelasi bidang studi yang diajarkannya dalam kaitan dan hubungannya dengan bidang studi lain. Dengan demikian, inovasi pembelajaran IPA Terpadu yang kurang compatible dengan kondisi guru IPA yang ada akan mengurangi laju adopsi inovasinya.
Dikaitkan dengan kompleksitasnya (complexity), inovasi pembelajaran IPA Terpadu secara teori semestinya sederhana, yaitu pembelajaran fisika, biologi, dan kimia yang dilaksanakan secara tematis seperti yang dilakukan di TK dan SD. Jika sebelumnya pelajaran IPA diajarkan oleh 2 orang guru (guru fisika dan biologi, sedangkan materi pelajaran kimia sebagian diajarkan oleh guru fisika dan sebagian lagi oleh guru biologi), dalam pembelajaran terpadu mata pelajaran IPA hanya diajarkan oleh satu orang guru, atau juga bisa melalui team teaching (dua orang atau lebih guru mengajar secara serentak di kelas).

Namun demikian, jika dilihat lebih dalam lagi, susunan materi dalam kurikulum IPA yang ada dalam KBK sendiri tidak terpadu sebagaimana model pembelajaran yang diinginkan. Artinya, materi fisika, biologi, dan kimia masih disusun secara terpisah. Di kelas VII misalnya, semester pertama hanya memuat materi fisika dan kimia, sedangkan semester kedua hanya memuat materi biologi. Di kelas VIII, semester pertama memuat hanya materi biologi dan kimia, sedangkan semester kedua memuat hanya fisika. Di kelas IX, semester pertama memuat biologi dan fisika, sedangkan semester kedua hanya memuat fisika. Inilah yang akhirnya membuat inovasi pembelajaran IPA Terpadu tidak sederhana, karena kurikulumnya sendiri tidak mendukung, sehingga guru harus menyusun ulang materi-materi dalam kurikulum sehingga terpadu. Penyusunan ulang ini tentu bukan hal yang mudah bagi guru, apalagi jika ternyata penyusunan ini mengharuskan materi yang mestinya diajarkan di semester 1 harus pindah ke semester 2 karena akan berdampak buruk ketika sekolah harus mengikuti ulangan umum bersama.

Dengan demikian, dilihat dari kompleksitasnya inovasi pembelajaran IPA Terpadu ini cukup kompleks, walaupun jika dilihat secara sekilas tampak sederhana. Akibatnya bisa diperkirakan bahwa akan banyak guru yang merasa kesulitan melaksanakan pembelajaran IPA Terpadu ini, terlebih lagi ternyata tidak terdapat banyak petunjuk pelaksanaannya. Dikaitkan dengan laju adopsinya, maka kemungkinan besar inovasi ini akan sulit untuk diadopsi dengan cepat. Adopsi akan cepat terjadi jika pemahaman guru sudah cukup lengkap terhadap inovasi ini.

Ditinjau dari sisi trialibility-nya, yaitu kemudahannya untuk dicoba, sebenarnya pembelajaran IPA Terpadu dapat dicoba kapan saja dan di mana saja, karena inovasi ini merupakan suatu model pembelajaran, yang dapat langsung dicoba oleh para guru tanpa harus memikirkan biaya yang harus dikeluarkan untuk mencobanya. Artinya, para guru akan dengan cepat “menerima sementara” ide inovasi ini untuk dicoba, walaupun belum tentu akan “menerima” seterusnya.

Dari sisi observability, yaitu kemudahan guru untuk melihat hasil atau manfaat dari pembelajaran IPA Terpadu ini, inovasi ini akan mengalami kesulitan dalam adopsinya, karena hasil dari pembelajaran IPA Terpadu tidak dapat langsung terlihat. Paling tidak, diperlukan waktu 1 tahun untuk melihat hasil dari pembelajaran model ini, yaitu ketika siswa menuntaskan masa 1 tahun pendidikannya.

Dari kelima elemen dalam karakteristik inovasi tersebut, elemen yang akan mendukung (memperbesar) laju adopsi inovasi pembelajaran IPA Terpadu adalah relative advantage dan trialibility. Sementara itu, elemen yang kemungkinan akan menghambat laju adopsinya adalah compatibility, complexity, dan observability.

2) Jenis keputusan yang diambilDalam inovasi pembelajaran IPA Terpadu ini, jenis keputusan yang diambil sangat tergantung kepada guru, kepala sekolah, dan pejabat pendidikan di wilayah setempat. Menurut Rogers (1995), semakin banyak orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan suatu inovasi, maka laju adopsinya semakin rendah. Dalam kasus ini, otoritas pendidikan nasional tidak secara tegas mengharuskan sekolah melaksanakan pembelajaran IPA secara terpadu, apalagi KBK memberikan kebebasan kepada guru untuk mengembangkan sendiri model pembelajarannya. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa laju adopsi model pembelajaran IPA Terpadu ini akan rendah.

3) Saluran komunikasiSaluran komunikasi yang digunakan dalam difusi inovasi pembelajaran IPA Terpadu juga berpengaruh terhadap laju adopsi inovasi ini. Beberapa saluran komunikasi yang digunakan dalam difusi inovasi pembelajaran IPA Terpadu adalah melalui dokumen kurikulum, mass media, interpersonal. Dua saluran komunikasi pertama tampaknya tidak berperan banyak, karena biasanya hanya berupa informai global atau secara umum saja. Jadi, saluran komunikasi yang berperan cukup besar adalah komunikasi interpersonal, misalnya antara guru dengan pejabat atau seseorang dari Pusat Kurikulum, penatar dari Depdiknas, dan para guru inti. Akan tetapi, jumlah guru di Indonesia yang sedemikian banyaknya dan wilayah Indonesia yang sedemikian luasnya, tidak bisa secara efektif dijangkau melalui komunikasi interpersonal ini. Ditambah lagi, sebagai akibat dari otonomi daerah, wewenang bidang pendidikan saat ini berada di tingkat kabupaten dan kota, bukan lagi wewenang pemerintah pusat, sehingga semakin sulit bagi Depdiknas dan Pusat Kurikulum untuk secara efektif menyampaikan inovasi Pembelajaran IPA terpadu ini. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kontribusi saluran komunikasi terhadap laju adopsi inovasi ini sangat kecil.

4) Karakter sistem sosialMenurut Roger (1995), karakter sistem sosial seperti norma dan struktur dalam masyarakat, juga mempengaruhi laju adopsi suatu inovasi. Dalam kasus inovasi pembelajaran IPA Terpadu, norma-norma dan struktur dalam dunia pendidikan di Indonesia juga mempengaruhi laju adopsi inovasi ini. Namun demikian, yang mungkin berpengaruh lebih besar adalah struktur dalam dunia pendidikan di Indonesia, terutama sebagai dampak pelaksanaan otonomi daerah. Jika sebelumnya para guru merupakan pegawai depdiknas (pegawai nasional), maka setelah otonomi daerah diberlakukan, guru menjadi pegawai daerah. Padahal, kurikulum dikembangkan oleh lembaga nasional dan diberlakukan secara nasional pula. Jadi, pada ada lintasan yang “putus” dalam jalur komunikasi dari Depdiknas kepada para guru di daerah. Sebagai akibatnya, laju adopsi oleh para guru terhadap inovasi yang dihasilkan di pusat akan terhambat (kecil). Dan ini sbenarnya tidak hanya terjadi pada kasus pembelajaran IPA Terpadu, tetapi juga pada kasus-kasus lain, termasuk KBK sendiri, yang sosialisasinya berjalan sangat lambat.
“Pemerintah harus memperhatikan media pembelajaran di daerah-daerah pelososk untuk menjamin terjadinya perubahan-perubahan mendasar dengan perubahan kurikulum. Juga sosialisasi yang harus dilakukan lebih baik. Saat ini KBK tidak berjalan baik, karena pemahaman guru sendiri masih rendah” (Suara Pembaruan, 14/2/2006).

5) Usaha promosi yang dilakukan oleh change agentSiapakah sebenarnya change agent dalam difusi inovasi pembelajaran IPA Terpadu ini? Pemerintah, dalam hal ini Depdiknas dan Pusat Kurikulum adalah pihak yang mengeluarkan inovasi, sedangkan para guru secara umum adalah anggota kelompok masyarakat yang akan menerima atau menolak inovasi ini. Yang bertindak sebagai change agent dalam difusi ini tentu saja adalah para pegawai yang ada di Pusat Kurikulum dan Depdiknas. Sayangnya, ruang gerak mereka untuk melakukan sosialisai (promosi) inovasi ini terbatas karena para guru secara struktur tidak lagi berada di bawah Depdiknas, melainkan di bawah Pemda. Akibatnya, kegiatan promosi inovasi dari para change agent kepada para guru menjadi terhambat, sehingga laju adopsi yang terjadi pun juga terhambat.

Dari analisis teori di atas dapat disimpulkan faktor pendukung dan penghambat laju adopsi inovasi pembelajaran IPA Terpadu di SMP di kalangan para guru sebagai berikut.
Faktor Pendorong:
1. Relative advantage inovasi (kelebihan atau manfaat inovasi) yang tinggi
2. Triability inovasi yang tinggi

Faktor Penghambat:
1. Compatibility inovasi yang rendah
2. Kompleksitas inovasi yang tinggi
3. Observability yang rendah
4. Banyaknya pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan untuk mengadopsi atau tidak mengadopsi
5. Saluran komunikasi dari pusat ke daerah yang tidak efektif
6. Struktur lapisan masyarakat pendidikan (guru) di Indonesia yang “terputus” karena guru bukan lagi pegawai pusat, melainkan pegawai daerah.
7. Kegiatan promosi yang kurang dari para change agent (staff Pusat Kurikulum dan Depdiknas) karena sempitnya ruang gerak mereka sebagai dampak otonomi daerah
B. Diskusi Hasil KuesionerSelain melakukan analisi teori, kami juga melakukan suatu kuesioner sederhana untuk menguji kesimpulan teoretis yang telah dihasilkan tersebut. Kuesioner dilakukan terhadap beberapa guru (sekitar 30 orang guru IPA) di Jakarta Timur.
Analisis teori menyatakan bahwa laju adopsi model pembelajaran IPA Terpadu akan tinggi karena keuntungan dan manfaat yang melekat pada inovasinya itu sendiri. Hasil kuesioner menyatakan bahwa dari guru atau sekolah yang melaksanakan model pembelajaran ini, hanya 11% yang menganggap model pembelajaran IPA Terpadu ini sebagai inovasi. Sebanyak 44% melaksanakan model ini karena merupakan keputusan sekolah dan 45% karena diwajibkan oleh pemerintah. Artinya, bagi para guru, model pembelajaran IPA Terpadu tidak dianggap sebagai sesuatu yang menguntungkan atau memiliki nilai tambah. Jika mereka melaksanakannya, hal itu lebih dikarenakan sebagai bentuk melaksanakan kewajiban. Keputusan sekolah untuk melaksanakan model ini juga tentu saja didorong oleh adanya kewajiban bagi sekolah untuk melaksanakannya. Dengan demikian, relative advantage dipastikan bukan faktor yang mendorong laju adopsi inovasi model ini, tetapi juga belum tentu faktor penghambat.
Berdasarkan teori, faktor kemudahan untuk dicoba (trialibility) mendukung tingginya laju adopsi inovasi. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa terdapat 60% sekolah yang menerapkan model pembelajaran IPA Terpadu ini, sedang sisanya 40% belum atau tidak melaksanakannya, walaupun ketika ditanyakan pendapat para guru tentang penerapan model pembelajaran ini, lebih banyak guru yang menyatakan tidak setuju (57%) dibandingkan yang menyatakan setuju (43%). Dimungkinkan faktor kemudahan untuk dicoba inilah yang membuat banyak sekolah telah melaksanakan model pembelajaran ini.
Dari sisi compatibility-nya, hasil kuesioner menunjukkan bahwa dari guru-guru yang menyatakan tidak setuju dengan pemberlakuan model ini, 83% beralasan guru IPA yang ada di sekolah (terpisah menjadi guru fisika, biologi, dan kimia) tidak sesuai dengan model ini. Sementara itu, guru yang menyatakan setuju lebih beralasan karena adanya perintah dari pemerintah.
Hasil kuesioner menunjukkan bahwa bagi para guru, inovasi model pembelajaran IPA terpadu ini tidak memiliki kompleksitas yang tinggi, artinya masih dianggap ide yang wajar. Hanya 17% guru yang menyatakan bahwa model pembelajaran ini sulit dilaksanakan di sekolah. Ini sejalan dengan hasil hanya 11% guru yang menganggap model pembelajaran ini sebagai inovasi.
Faktor observability tidak terdeteksi secara jelas dalam kuesioner ini, karena sebagian besar guru baru mengenal model ini kurang dari 1 tahun, sehingga masih belum bisa melihat hasil dari model pembelajaran ini. Namun kalau dilihat dari besarnya alasan melaksanakan model ini karena adanya keharusan yang ditetapkan pemerintah, maka tampaknya faktor observability bukan sebagai faktor yang menentukan laju adopsi inovasi, paling tidak untuk saat-saat ini.
Jika dikaji dari jenis pengambilan keputusan, berdasarkan hasil kuesioner tersirat bahwa bukan guru yang memutuskan apakah akan menerapkan model pembelajaran terpadu atau tidak, melainkan sekolah atau kepala sekolah. Dari jawaban atas pertanyaan alasan penerapan model ini, 44% adalah keputusan sekolah dan 34% karena dianjurkan pemerintah (sama artinya dengan sekolah yang memutuskan). Dengan demikian, sebenarnya laju adopsi inovasi ini akan mudah, karena tidak terlalu banyak yang memutuskan adopsinya, yaitu hanya sekolah atau kepala sekolah. Guru hanya sekedar sebagai pelaksana.
Jika hasil analisis teori terhadap saluran komunikasi menghasilkan saluran komunikasi dari daerah ke pusat yang tidak efektif, ternyata hasil kuesioner menunjukkan lain. Sebanyak 86% guru mengaku sudah mengenal model pembelajaran IPA Terpadu ini, dan terbanyak mengenal melalui Kepala Sekolah (50%) dan melalui personel dari Pusat Kurikulum (33%). Artinya, tidak ada masalah dengan saluran komunikasi untuk adopsi inovasi ini.
Erat kaitannya dengan saluran komunikasi, struktur lapisan masyarakat pendidikan (guru) di Indonesia yang dalam analisis teori diduga “terputus” ternyata bukan merupakan hambatan bagi laju adopsi inovasi ini, karena seperti telah disebutkan sebelumnya, sebanyak 50% guru mengenal model pembelajaran IPA Terpadu melalui Kepala Sekolah dan 33% melalui Pusat Kurikulum.
Kalau benar Pusat Kurikulum dan para staffnya merupakan change agent untuk inovasi model pembelajaran IPA Terpadu ini, maka sebenarnya kegiatan promosi yang telah mereka lakukan cukup berhasil, yaitu 33% guru mengenal model ini melalui mereka, sedangkan sebagian besar yang lain melalui kepala sekolah (50%). Tetapi, bukankah kepala sekolah juga mengenalnya dari Pusat Kurikulum?
Khusus untuk faktor saluran komunikasi, struktur masyarakat pendidikan (guru), dan kegiatan promosi yang dilakukan change agent, pemilihan daerah dilakukannya kuesioner mungkin saja berpengaruh. Kuesioner dilakukan di Jakarta Timur, yang masih merupakan bagian dari Ibukota negara, sehingga cukup dekat dengan sumber inovasinya. Hasil berbeda mungkin saja akan didapatkan jika kuesioner juga dilakukan di daerah-daerah lain yang jauh dari Jakarta.
C. Penggabungan Hasil Analisis Teori dengan Hasil KuesionerDari kedua analisis tersebut, yaitu analisis teori dan analisis kuesioner, hasil yang diperoleh dapat digabungkan dengan melihat posisi faktor-faktor yang dianalisis, apakah sebagai pendorong, penghambat,

Netral
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memiliki kecenderungan cukup kuat berperan sebagai pendorong atau penghambat sebagai berikut.
Faktor Pendorong : relative advantage, trialibility
Faktor Penghambat : compatibility, kompleksitas
Faktor Netral : observability, jenis keputusan, saluran komunikasi, struktur sistem sosial, dan promosi change agent.

Faktor-faktor yang netral tersebut memerlukan penelitian lebih lanjut agar benar-benar bisa diketahui peranannya yang lebih dominan. Namun demikian, untuk sementara ini sebenarnya dapat dianggap bahwa untuk faktor-faktor yang netral tersebut, menurut analisis teori merupakan faktor penghambat. Dengan cara demikian, hasil analisis teori dan kuesioner tidak bertentangan, melainkan persamaannya belum terungkap secara nyata.
KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan, dapat disampaikan faktor-faktor penghambat dan pendorong laju adopsi inovasi pembelajaran IPA Terpadu di SMP di kalangan para guru sebagai berikut.

Faktor Pendorong:
1. Relative advantage inovasi (kelebihan atau manfaat inovasi) yang tinggi
2. Triability inovasi yang tinggi
Faktor Penghambat:
1. Compatibility inovasi yang rendah
2. Kompleksitas inovasi yang tinggi
3. Observability yang rendah
4. Banyaknya pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan untuk mengadopsi atau tidak mengadopsi
5. Saluran komunikasi dari pusat ke daerah yang tidak efektif
6. Struktur lapisan masyarakat pendidikan (guru) di Indonesia yang “terputus” karena guru bukan lagi pegawai pusat, melainkan pegawai daerah.
7. Kegiatan promosi yang kurang dari para change agent (staff Pusat Kurikulum dan Depdiknas) karena sempitnya ruang gerak mereka sebagai dampak otonomi daerah
REFERENSI
Druger, Marvin., A Perspective on Teaching Integrated Science, Technos: Quarterly for Education and Tecnology, 1999.
Forgaty, Robin., The Mindful School: How to Integrate the Curricula, Skylight Publishing Inc., Illinois, 1991
Lipson, M., Valencia, S., Wixson, K., Peters, C., Integration and Thematic Teaching: Integration to Improve teaching and Learning, Language Arts 70 (4), 252-263. (EJ 461 016).

Konsep Pendidikan Karakter

Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah sekolah yang ada masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan rumah untuk memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak relevan dengan kehidupan sehari hari para siswa.

Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul.

Pengertian Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Konsep Pendidikan Karakter
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.

Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

Kofigurasi Karakter
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat

pendidikan nasional yang bermoral

PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL

Oleh Amirul Mukminin
Memang harus kita akui ada diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus (masih ingat kematian seorang mahasiswa di Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat perkelahian didalam kampus). Atau kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.

Selain itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak dilakukan oleh oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang - menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita selama ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?

Dilain pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri. Dan parahnya, era reformasi bukannya berkurang tapi malah tambah jadi. Sehingga kapan krisis multidimensi inI akan berakhir belum ada tanda-tandanya.

PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.

Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama ini.

Pendidikan nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya, dalam bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).

Dan masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat") dalam sidang kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri terjadi penyimpangan-penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar akademik dari S1 sampai S3 bahkan professor (dan anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), kelas jauh, guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar, mengubah nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis, nyuap untuk jadi pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan pangkat ala Naga Bonar.

Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.

Kembali ke pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya, mereka bisa membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.

Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin, tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas. Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.

Kedua, Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik (guru atau dosen) dan birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau menginginkan generasi seperti diatas.

Selain itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan KKN yang lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi dari penguna anggaran tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah merajalela, apalagi 20-25%.

Ketiga, Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil saya atau yang lain. Apakah hanya yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi orang pintar dengan cara yang demikian?

Dengan contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin saya ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi muda kita secara tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan. Jadi, pembukaan kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat kesenjangan sosial diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas unggulan belum tentu memang unggul, tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak masuk kelas unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak unggul. Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para orang tua mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas tersebut.

Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik yang mandiri, bermoral. dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi sistem bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu, pembukaan kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan saja.

Contoh lain lagi , seorang dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak membawa kamus. Padahal Dia sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan seorang siswa yang pernah belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu bahwa nilai Bahasa Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru ketika belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling sederhana bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku adil dan menghilangkan Perbedaan.

PEJABAT HARUS SEGERA BERBENAH DIRI DAN MENGUBAH PERILAKU
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.

Karena mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan dan tidak sedikit pejabat yang bergelar Prof. Dr. (bukan gelar yang dibeli obral). Mereka harus membuktikan bahwa mereka adalah hasil dari sistim pendidikan nasional selama ini. Jadi kalau mereka terbukti salah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan bahwa mereka orang yang berpendidikan , bermoral dan taat hukum. Jangan bohong dan curang. Apabila tetap mereka lakukan, sama saja secara tidak langsung mereka (pejabat) sudah memberikan contoh kepada generasi penerus bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan orang untuk jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Jadi jangan salahkan jika generasi mudah saat ini meniru apa yang mereka (pejabat) telah lakukan . Karena mereka telah merasakan, melihat dan mengalami yang telah pejabat lakukan terhadap bangsa ini.

Selanjutnya, semua pejabat di negara ini mulai saat ini harus bertanggungjawab dan konsisten dengan ucapannya kepada rakyat. Karena rakyat menaruh kepercayaan terhadap mereka mau dibawah kemana negara ini kedepan. Namun perilaku pejabat kita, lain dulu lain sekarang. Sebelum diangkat jadi pejabat mereka umbar janji kepada rakyat, nanti begini, nanti begitu. Pokoknya semuanya mendukung kepentingan rakyat. Dan setelah diangkat, lain lagi perbuatannya. Contoh sederhana, kita sering melihat di TV ruangan rapat anggota DPR (DPRD) banyak yang kosong atau ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal mereka sudah digaji, bagaimana mau memperjuangkan kepentingan rakyat. Kalau ke kantor hanya untuk tidur atau tidak datang sama sekali. Atau ada pengumuman di Koran, radio atau TV tidak ada kenaikan BBM, TDL atau tariff air minum. Tapi beberapa minggu atau bulan berikutnya, tiba-tiba naik dengan alasan tertentu. Jadi jangan salahkan mahasiswa atau rakyat demonstrasi dengan mengeluarkan kata-kata atau perilaku yang kurang etis terhadap pejabat. Karena pejabat itu sendiri tidak konsisten. Padahal pejabat tersebut seorang yang bergelar S2 atau bahkan Prof. Dr. Inikah orang-orang yang dihasilkan oleh pendidikan nasional kita selama ini?

Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.

Tapi para pemimpin bangsa ini tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja. Karena itu, mulai sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk petualangan mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok sesaat dengan mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia memiliki panutan-panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini kedepan.
Sumber: http://re-searchengines.com/amukminin.html

ARTIKEL “PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN”

Keberadaan guru di mayapada sudah ada sejak jaman dulu. Sejak manusia paling awal diciptakan, yaitu Nabi Adam A.S. Guru Nabi Adam A.S. adalah guru dari segala guru, guru dari para penemu, guru dari makhluk paling soleh, yaitu Allah SWT. yang Maha Tahu. Dalam Al Quran diterangkan Allah SWT. yang mengajarkan pada Adam segala sesuatu tentang benda yang ada di dunia. Selanjutnya Nabi Adam mengajarkannya pada Siti Hawa, begitu seterusnya.
Istilah guru pada saat ini mengalami penciutan makna. Guru adalah orang yang mengajar di sekolah. Orang yang bertindak seperti guru seandainya di berada di suatu lembaga kursus atau pelatihan tidak disebut guru, tetapi tutor atau pelatih. Padahal mereka itu tetap saja bertindak seperti guru. Mengajarkan hal-hal baru pada peserta didik.
Terlepas dari penciutan makna, peran guru dari dulu sampai sekarang tetap sangat diperlukan. Dialah yang membantu manusia untuk menemukan siapa dirinya, ke mana manusia akan pergi dan apa yang harus manusia lakukan di dunia. Manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya memerlukan bantuan orang lain, sejak lahir sampai meninggal. Orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah dengan harapan guru dapat mendidiknya menjadi manusia yang dapat berkembang optimal.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individu, karena antara satu perserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Mungkin kita masih ingat ketika masih duduk di kelas I SD, gurulah yang pertama kali membantu memegang pensil untuk menulis, ia memegang satu persatu tangan siswanya dan membantu menulis secara benar. Guru pula yang memberi dorongan agar peserta didik berani berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk bertanggungjawab terhadap setiap perbuatannya. Guru juga bertindak bagai pembantu ketika ada peserta didik yang buang air kecil, atau muntah di kelas, bahkan ketika ada yang buang air besar di celana. Guru-lah yang menggendong peserta didik ketika jatuh atau berkelahi dengan temannya, menjadi perawat, dan lain-lain yang sangat menuntut kesabaran, kreatifitas dan profesionalisme.
Memahami uraian di atas, betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan Negara dan bangsa.
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, professional dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai :
1. Orang tua, yang penuh kasih saying pada peserta didiknya.
2. Teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.
3. Fasilitator, yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.
4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
6. Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang lain secara wajar.
7. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya.
8. Mengembangkan kreativitas.
9. Menjadi pembantu ketika diperlukan.
Demikian beberapa peran yang harus dijalani seorang guru dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh para siswanya.
Saat ini permasalahan yang menimpa bidang pendidikan sangat beragam dan tergolong berat. Mulai dari sarana dan prasarana pendidikan, tenaga pengajar yang kurang, serta tenaga pengajar yang belum kompeten. Kondisi sekolah yang memprihatinkan, ruang kelas bocor bila hujan dan sebagian sekolah ambruk. Maka tidaklah aneh kalau kondisi pendidikan kita jauh dari harapan.
Salah satu permasalahan yang menimpa dunia pendidikan adalah kompetensi guru. Guru yang harusnya memiliki kompetensi sesuai ketentuan dan kebutuhan, nyatanya hanya sedikit yang masuk kategori tersebut. Sisanya sungguh memprihatinkan. Program sertifikasi guru yang sekarang sedang digalakkan adalah salah satu bagian dari usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Program sertifikasi guru merupakan program yang menyentuh langsung kompetensi guru. Salah satu kriterianya yaitu menilai kemampuan guru dari segi kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran. Diharapkan guru dapat melakukan pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa ke arah sikap kreatif dan inovatif serta trampil. Kondisi tersebut harus dimulai dari gurunya sendiri.
Sebagai contoh derasnya informasi serta cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas utama guru yang disebut “mengajar”. Masih perlukah guru mengajar di kelas seorang diri, menginformasikan, menjelaskan dan menerangkan? Permasalahan lain akibat derasnya informasi dan munculnya teknologi baru adalah kesiapan guru untuk mengikuti perkembangan tersebut. Seorang guru dituntut harus serba tahu bila tidak tahu guru harus berkata jujur “Saya tidak tahu”. Namun kalau terlalu sering guru berkata demikian alangkah naifnya guru tersebut. Seyogyanya dia terus mencari tahu, belajar terus sepanjang hayat, memanfaatkan teknologi yang ada.
Di masyarakat, seorang guru diamati dan dinilai masyarakat, di sekolah dinilai oleh murid dan teman sejawatnya serta atasannya. Peran apakah yang harus dilakoni seorang guru supaya penilaian mereka positif? Suatu pertanyaan -yang menjadi salah satu permasalahan- yang sekarang muncul di masyarakat.
Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk dapat membentuk kompetensi dan kualitas pribadi anak didiknya. Untuk mencapai hal demikian timbul pertanyaan, sebenarnya peran apa saja yang harus dimiliki oleh seorang guru sehingga anak didik bisa berkembang optimal? Cukupkah peran guru seperti yang telah disampaikan di atas ataukah ada peran lain yang harus dilakoni seorang guru ?
Beragam pertanyaan tadi dapat menyebabkan demotivasi bagi seorang calon guru ataupun guru yang sudah lama mengabdi. Apakah saya mampu menjadi guru yang ideal? Peran apa yang harus saya lakoni untuk menjadi guru yang ideal? Demikian pertanyaan yang timbul dalam hati seorang guru yang berniat mengabdikan sisa hidupnya di dunia pendidikan.
Pertanyaan tersebut sebelumnya telah menggugah sejumlah pengamat dan akhli pendidikan. Mereka telah meneliti peran-peran apa yang harus dimiliki seorang guru supaya tergolong kompeten dalam pembelajaran maupun pergaulan di masyarakat.
Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :
1. Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
2. Guru Sebagai Pengajar
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran, yaitu : Membuat ilustrasi, Mendefinisikan, Menganalisis, Mensintesis, Bertanya, Merespon, Mendengarkan, Menciptakan kepercayaan, Memberikan pandangan yang bervariasi, Menyediakan media untuk mengkaji materi standar, Menyesuaikan metode pembelajaran, Memberikan nada perasaan.
Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar.
3. Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut.
Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai.
Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis.
Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar.
Keempat, guru harus melaksanakan penilaian.
4. Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar.
5. Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang.
Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.
6. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan.
Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh peserta didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi muda, yang juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik.
7. Guru Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara dan gaya bicara, Kebiasaan bekerja, Sikap melalui pengalaman dan kesalahan, Pakaian, Hubungan kemanusiaan, Proses berfikir, Perilaku neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup secara umum
Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.
Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
8. Guru Sebagai Pribadi
Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani.
Jika ada nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya, maka dengan cara yang tepat disikapi sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan masyarakat yang berakibat terganggunya proses pendidikan bagi peserta didik.
Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
9. Guru Sebagai Peneliti
Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Menyadari akan kekurangannya guru berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Sebagai orang yang telah mengenal metodologi tentunya ia tahu pula apa yang harus dikerjakan, yakni penelitian.
10. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan cirri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu.
Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilaianya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya.
11. Guru Sebagai Pembangkit Pandangan
Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai kisah dan peristiwa, mulai dari kisah nyata sampai yang direkayasa. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada pesarta didiknya. Mengembangkan fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini.
12. Guru Sebagai Pekerja Rutin
Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua peranannya.
13. Guru Sebagai Pemindah Kemah
Hidup ini selalu berubah dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka memindah-mindahkan dan membantu peserta didik dalam meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan serta membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. Guru harus memahami hal yang bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi peserta didiknya.
14. Guru Sebagai Pembawa Cerita
Sudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri dan menanyakan keberadaannya serta bagaimana berhubungan dengan keberadaannya itu. Tidak mungkin bagi manusia hanya muncul dalam lingkungannya dan berhubungan dengan lingkungan, tanpa mengetahui asal usulnya. Semua itu diperoleh melalui cerita.
Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat bermanfaat bagi manusia.
Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur. Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka. Guru berusaha mencari cerita untuk membangkitkan gagasan kehidupan di masa mendatang.
15. Guru Sebagai Aktor
Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak terbatas pada materi yang harus ditransferkan, melainkan juga tentang kepribadian manusia sehingga mampu memahami respon-respon pendengarnya, dan merencanakan kembali pekerjaannya sehingga dapat dikontrol.
Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun sang actor berusaha mengurangi respon bosan dan berusaha meningkatkan minat para pendengar.
16. Guru Sebagai Emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insane dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan rendah diri. Guru telah melaksanakan peran sebagai emansipator ketika peserta didik yang dicampakkan secara moril dan mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri.
17. Guru Sebagai Evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Teknik apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.
Penilaian harus adil dan objektif.
18. Guru Sebagai Pengawet
Salah satu tugas guru adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang bermakna bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa depan.
Sarana pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu adalah kurikulum. Guru juga harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang akan diawetkan.
19. Guru Sebagai Kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator.
Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik.
Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang guru. Peran yang begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan dan akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran. (Bahan dirangkum dari berbagai sumber).
Prof. Mohammad Surya dan Prof. Abin Syamsuddin Makmun.

MAKALAH POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pada dasarnya politik luar negeri Indonesia senantiasa amat dipengaruhi oleh realitas politik domestik Indonesia. Di lain sisi situasi politik domestik Indonesia juga tidak dapat terlepas dari konstelasi politik global. Politik luar negeri indonesia bebas aktif pada era demokrasi liberal tentulah menjadi situasi politik yang menarik untuk dicermati. Pada masa era itu dimana Indonesia masih berupa bayi yang baru terlahir setelah sekian lama dikandung dalam situasi kolonialisme (penjajahan), harus menentukan sikap politik luar negerinya.
Dalam situasi ini tuntutan terhadap sebuah Negara yang baru merdeka seperti Indonesia untuk menentukan sikap dan posisinya dalam kancah politik Global. Sistem pemerintahan di Indonesia yang saat itu dapat kita katakan sebagai masa percobaan demokrasi, yang mana semenjak revolusi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, di tandai dengan polarisasi maupun fragmentasi politik di Indonesia yang di tandai dengan menjamurnya partai politik saat itu yang di bentuk oleh elit politik sebagai sarana pengejahwantahan kepantingan politik masing-masing. Bukti yang cukup kuat untk menegaskan situasi ini adalah situasi politik domestik yang tidak stabil dan sering bergantinya pimpinan pemerintah dalam hal ini perdana menteri beserta kabinetnya yang setiap masa kepemimpinannya selalu mengutamakan kepentingan atas ideologi maupun partainya.
Silih bergantinya kabinet ternyata berdampak pada pola kebijakan luar negeri Indonesia. Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif pun tetap bertendensi sesuai kepentingan pemimpin pemerintahan saat itu. Hal ini dapat dilihat pada kedekatan cabinet tertentu dengan salah satu blok baik itu barat maupun timur.

BAB II
PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang di atas maka ditemukan beberapa masalah yang akan dibahas selanjutnya yaitu :
1.       Apakah politik luar negeri itu?
2.      Mengapa Indonesia mengambil politik luar negeri bebas aktif?
3.      Sebutkan model pembentukan proses pembuatan keputusan Politik Luar Negeri?














BAB  III
PEMBAHASAN MASALAH

Dari pemaparan permasalahan yang ada dapat dijelaskan bahwa :
A.    Pengertian politik luar negeri
Secara sederhana politik luar negeri diartikan sebagai skema atau pola dari cara dan tujuan secara terbuka dan tersembunyi dalam aksi negara tertentu berhadapan dengan negara lain atau sekelompok negara lain. Politik luar negeri merupakan perpaduan dari tujuan atau kepentingan nasional dengan power dan kapabilitas (kemampuan). Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Politik luar negeri berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu. Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa”. Politik Luar negeri merupakan politik pengejahwantahan kepentingan nasional suatu negara terhadap negara lain. Sementara kepentingan nasional menurut Jack C. Plano dan Roy Olton merupakan tujuan fundamental dan determinan utama yang menjadi pedoman para pengambil keputusan suatu negaradalam menentukan politik luar negerinya, berupa konsepsi yang diformulasikan sangat khas dari berbagai elemen, yang merupakan kebutuhan paling vital suatu negara berdaulat
Dari uraian dapat diketahui bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan. Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang didasarkan pada faktor-faktor nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai faktor eksternal.
B.     politik luar negeri bebas aktif      
Politik Luar Negeri yang bebas aktif mengandung dua unsur pokok. Pertama, "bebas" biasanya diartikan tidak terlibat dalam aliansi militer
atau pakta pertahanan dengan kekuatan-kekuatan luar yang merupakan ciri
Perang Dingin. Dalam arti lebih luas Politik Luar Negeri yang bebas
menunjukkan tingkat nasionalisme yang tinggi, yang menolak keterlibatan
atau ketergantungan terhadap pihak luar yang dapat mengurangi kedaulatan
Indonesia. Kedua, kata "aktif" menunjukkan bahwa Politik Luar Negeri Indonesia tidaklah pasif dan hanya mengambil sikap netral dalam menghadapi
permasalahan-permasalahan international. Muqadimah UUD 45 secara jelas
menuntut Indonesia untuk menentang segala bentuk penjajahan dan ikut
memajukan perdamaian dunia
.
Dalam bulan september 1948 sebagai wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan,bung Hatta memberi keterangan kepada Badan Pekerja KNIP tentang kedudukan dan politik Negara Republik Indonesia dewasa itu. RI menghadapi berbagai kesulitan yang tidak sedikit. Sejak keterangan bung Hatta itu politik luar negeri Republik Indonesia di sebut ‘politik bebas aktif’. Bebas, artinya menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh pihak manapun juga, Aktif, artinya menuju perdamaian dunia dan bersahabat dengan seluruh bangsa.
Tampak jelas bahwa ide dasar politik luar negeri bebas aktif, Sudah merupakan suatu konsensus nasional bahwa dasar politik luar negeri kita adalah pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan GBHN dengan tujuan untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sedangkan watak dan sifatnya adalah anti kolonialisme. Secara eksplisit, istilah politik luar negeri bebas aktif tersebut tidak terdapat dalam UUD ataupun peraturan-peraturan lainnya. Namun istilah ini mulai banyak dipergunakan oleh  para politisi dan negarawan kita semasa memuncaknya perang Korea (1950 – 1953). Kabinet RI ke-12 di bawah Perdana Menteri Dr. Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952) yang untuk pertama kalinya mencantumkan istilah ini dalam Program Kabinet yang antara lain menyatakan, menjalankan politik luar negeri yang bebas dan aktif menuju perdamaian“.
 Isitilah ini dipertegas lagi oleh Presiden Soekarno pada HUT RI tgl. 17 Agustus 1952 bahwa „politik bebas dan aktif menuju perdamaian dunia“.  Sejak itulah, istilah politik luar negeri bebas dan aktif merupakan suatu istilah melekat dan istilah pelengkap pada watak dan sifat haluan politik luar negeri yang berjiwa anti kolonialisme dan pro-perdamaian dan tidak mengikatkan diri kepada salah satu blok kekuatan militer serta dapat bekerjasama atas dasar hidup berdampingan secara damai. Kebijakan politik luar negeri bebas aktif ini bukan merupakan suatu dogma yang mati, melainkan hanya sebagai suatu pedoman dalam bertindak di antara kedua kekuatan blok dunia pada saat itu yaitu Amerika Serikat dan sekutunya vs Uni Soviet dan sekutunya, demi kepentingan nasional dan perdamaian internasional. Dalam suasana perang dingin yang tidak menentu, Gerakan Non Blok tahun 1961 muncul sebagai suatu gerakan moral dari negara-negara dunia ketiga yang berupaya untuk menjembati perang dingin dua kekuatan raksasa tersebut guna mencegah jangan sampai terjadi konfrontnasi terbuka apalagi perang nuklir yang dapat memusnahkan peradaban manusia. Pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif itu sebenarnya dapat bersifat kenyal artinya dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi pada saat itu walaupun prinsipnya tetap tetapi nuansanya dapat berubah.
Pedoman pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif Indonesia dewasa ini adalah Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang antara lain menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif dan berorientasi pada kepentingan nasional dengan menitik-beratkan pada solidaritas antara negara berkembang, mendukung kemerdekaan bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
Di samping itu, dengan telah disyahkannya Undang-Undang No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri tanggal 14 September 1999 maka Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan politik luar negeri selalu merujuk pada ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tersebut.




C.    Model pembentukan politik luar negeri
Secara teoritis dasar pembentukan politik luar negeri berdasarkan yang diajukan oleh Graham Alison maka proses pembentukan politik luar negeri Indonesia bebas aktif .
1. model Rasional Aktor, yang mana tokohnya adalah Ir. Muhamad Hatta. Seperti diketahui dalam keterangan sebagai pemerintah tentang politiknya dimuka sidang badan pekerja KNIP di Yogyakarta, yang diajukannya pada tanggal 2 september 1948. pidatonya yang kemudian diberi judul “Mendayung Antara Dua Karang”.. Pada model ini politik luar negeri di pandang sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional, dalam kerangka untuk memaksimalkan pencapaian kepentingan nasional. Pembuatan keputusan politik luar negeri digambarkan sebagai suatu proses intelektual. Perilaku pemerintah dianalogikan dengan perilaku individuyang bernalarkan dan terkoordinasi oleh naktor yang bersangkutan.
2.  Organisation process. Politik luar negeri dipandang sebagai hasil kerja sama suatu organisasi yang berfungsi menurut suatu pola perilaku. Pada pola ini politik luar negeri bukanlah semata-mata proses intelektual, tatapi lebih merupakan proses mekanis. Pembuatan keputusan dilakukan dengan cara mekanis yang merujuk pada keputusan-keputusan yang telah dibuat dimasa lalu, pada presenden, prosedur rutin yang berlaku, atau pada peran yang ditetapkan bagi unit birokrasi itu.
3.  Bereucratic politic. Politik luar negeri dipandang sebagai hasil dari proses interaksi, penyesuaian diri dan perpolitikan diantara berbagai actor dan organisasi, Dalam arti setiap keputusan luar negeri pasti melalui proses Bargaining antar kekuatan lembaga-lembaga politik dalam suatu Negara. Dengan kata lain, pembuatan keputusan politik luar negeri adalah proses sosial bukan proses intelektual. Berdasarkan ketiga model pembuatan keputusan tersebut politik luar negeri Indonesia bebas aktif dapat kita analisis sebagai hasil dari model pembentukan politik luar negeri












BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
politik luar negeri Republik Indonesia di sebut ‘politik bebas aktif’. Bebas, artinya menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh pihak manapun juga; Aktif, artinya menuju perdamaian dunia dan bersahabat dengan seluruh bangsa. Politik luar negeri Bebas Aktif menjadi jawaban atas tuntutan gejolak politik Global paska perang dunia II yang terpolarisasi dalam pertarungan dua Blok besar dunia atas nama perbedaan ideology, yang mengharuskan Negara-negara dunia ketiga paska kolonial harus menentukan pilihan politik luar negerinya. Para Founding Fathers secara brilian mampu merumuskan politik luar negeri yang tidak terjebak dalam alur politik global yang terkena sindrom perang Dingin. Disisi lain pertentangan terbuka antar kekuatan politik dalam negeri kerap membawa dampak pada implementasi politik luar negeri yang kerap keluar jalur dari konsep Bebas Aktif yang di kemukakan oleh Ir. Muhammad Hatta dalm pidatonya yan g berjudul Mendayung Antara Dua Karang.
 Secara teoritis dasar pembentukan politik luar negeri berdasarkan yang diajukan oleh Graham Alison maka proses pembentukan politik luar negeri Indonesia bebas aktif .
1.             model Rasional Aktor, yang mana tokohnya adalah Ir. Muhamad Hatta. Seperti diketahui dalam keterangan sebagai pemerintah tentang politiknya dimuka sidang badan pekerja KNIP di Yogyakarta, yang diajukannya pada tanggal 2 september 1948.
2.              Organisation process. Politik luar negeri dipandang sebagai hasil kerja sama suatu organisasi yang berfungsi menurut suatu pola perilaku.
3.              Bereucratic politic. Politik luar negeri dipandang sebagai hasil dari proses interaksi.
                                                                                             
DAFTAR PUSTAKA

Leifer, Michael. 1989,Politik Luar Negeri Indonesia.Jakarta, PT. Gramedia.
Ricklefs, M.C. 2005, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004,Jakarta, PT. Ikrar Mandiriabadi.
Swasono, Sri-Edi. Ridzal, Fauzi, 2002, Satu Abad Bung Hatta, Demokrasi kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan. Jakarta,  UIP, Yogyakarta.
http://fdib.tripod.com/makalah/awang.html